Indonesia memiliki potensi wisata syariah yang besar, baik wisata alam maupun wisata budaya. Untuk memaksimalkan wisata syariah, diperlukan peran dari semua pihak, terutama untuk mempublikasikan dan mempromosikan potensi-potensi tersebut. “Pemerintah juga harus memperbaiki infrastruktur wisata, termasuk jalan raya di sekitarnya, tidak hanya di lokasi wisata yang bersangkutan,” ujar pengamat ekonomi syariah Agustianto saat dihubungi Republika, Senin (9/9).
Agustianto mengatakan, kriteria wisata syariah, di antaranya berorientasi pada kemaslahatan umum; berorientasi kepada kenyamanan, ketenangan, penyegaran, dan pencerahan; menghindari maksiat, seperti zina, pornografi, miras, judi, narkoba; menjauhkan diri dari perilaku hedonisme; bersifat universal dan inklusif; menjaga kelestarian lingkungan, serta menghormati nilai-nilai sosial budaya dan kearifan lokal.
Beberapa negara di dunia, seperti Malaysia, Hong Kong, Singapura, bahkan Inggris telah lebih dulu mengembangkan wisata syariah. Indonesia, kata Agustianto, sedikit terlambat mengembangkan sektor tersebut.
Menurutnya, industri pariwisata bagi Indonesia sangat penting perannya karena menyumbang 4,8 persen produk domestik bruto (PDB). Sektor tersebut menyumbang 2,7 persen lapangan pekerjaan serta mendatangkan investasi sebesar 4,7 persen. “Angka ini masih bisa tumbuh lagi karena jika dibandingkan dengan rata-rata dunia, kita masih kecil,” ujarnya. Di dunia internasional rata-rata industri pariwisata menyumbang sembilan persen PDB, bahkan Malaysia bisa 15 persen.
Meski terlambat, Indonesia dinilai masih bisa mengejar ketertinggalan pengembangan wisata syariah. “Tapi butuh kerja keras, investasi, dan dukungan pemerintah agar lebih optimal,” ujarnya.
Agustianto menyebut Turki adalah negara Muslim terbanyak yang dikunjungi para turis mancanegara. Dengan memadukan kebudayaannya antara budaya Islam dan Barat, Turki menduduki peringkat ke tujuh negara terbanyak mendatangkan turis. Setiap tahun ada 27 juta orang berkunjung ke Turki. Bahkan, jumlah itu mengalahkan wisatawan ke negara Eropa, seperti Jerman.
Malaysia, kata Agustianto, juga tak bisa dipandang enteng. Dengan menjual kekayaan alam dan budayanya, negeri yang mengklaim The Trully Asia itu berhasil menduduki peringkat ke sembilan sebagai negara paling banyak memikat turis asing. Malaysia adalah satu-satunya negara Asia Tenggara yang masuk jajaran sepuluh besar negara pemikat turis. Setiap tahun sedikitnya 24,6 juta wisatawan pelesir ke negeri tetangga ini.
Berdasarkan data Cresent Rating dan Dinar Standard (2012), pasar turis Muslim global nilainya mengalahkan pasar wisatawan Amerika Serikat, Jerman, Cina, Inggris, dan India. “Setiap tahun uang yang dikeluarkan oleh para turis Muslim, menurut Cresent Rating dan Dinar Standard, diperkirakan mencapai 126 miliar dolar AS atau Rp 1.222 triliun,” ujarnya.
Jumlah tersebut lebih tinggi dari pengeluaran wisatawan Jerman yang mencapai 111 miliar dolar AS atau Rp 1.077 triliun atau Cina yang mencapai 65 miliar dolar AS atau Rp 630 triliun. Data wisatawan ini belum termasuk wisata religi, seperti haji dan umrah.
Wakil Ketua Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Adiwarman A Karim mengatakan, Indonesia harus memperkenalkan kepada masyarakat dunia bahwa kita juga memiliki banyak potensi wisata, baik wisata alam dan budaya, yang sangat dekat dengan jejak-jejak peninggalan Islam.
Indonesia juga harus memastikan bahwa keperluan yang membuat nyaman wisatawan Muslim, seperti makanan dan minuman halal, petunjuk arah kiblat dan hotel-hotel syariah yang ramah anak, telah tersedia.
Saat ini, wisata syariah belum berorientasi menarik wisatawan mancanegara dan lebih memfokuskan pada wisawatan dalam negeri. Namun, potensi wisata Indonesia sudah mulai dilirik wisatawan Timur Tengah, seperti wisata di daerah Puncak, Bogor, Jawa Barat. “Hanya saja wisata itu belum dikemas dan belum ada standardisasi pelayanan. Ini yang mau kami lakukan,” kata Adiwarman.
Saat ini program wisata syariah yang sedang dikembangkan DSN-MUI dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif masih mencari pilot proyek dan finalisasi. “Kami masih memproses sertifikasi hotel, spa, restoran, dan biro perjalan yang sesuai syariah,” ujar Adiwarman.
Beberapa waktu lalu, Ketua DSN-MUI Ma’aruf Amin berujar, di Indonesia ada sembilan destinasi wisata yang berpotensi dipromosikan sebagai destinasi wisata syariah, yaitu Jakarta, Banten, Jawa Timur, Sumatra Barat, Lampung, Riau, Banten, Lombok, dan Makassar.
Sumber : REPUBLIKA.CO.ID
0 komentar:
Posting Komentar