"Untuk Kesatuan dan Kemenangan Ummat Islam"

Umat Islam di timur tengah kini lebur tak berbentuk. Negara-negara berperadaban besar tengah hancur. Irak, Mesir, Suriah dan tentu saja Palestina dilanda perang.

Bom mobil tiap minggu meneror warga Baghdad. Ledakan dengan rutinitas mirip pertandingan Liga Inggris ini seperti 'tamu tak diundang'. Tiap pekan, bom datang menjemput belasan nyawa warga sekitar.

Di Mesir, dunia membisu. Ribuan anak manusia yang coba berunjukrasa tewas diberondong senjata. Lapangan Nahda dan Masjid Raba Adawiya menjadi saksi bisu betapa demokrasi 'dibunuh' oleh kaum liberal lewat peluru militer.

Suriah menjadi korban berikutnya. Penguasa Bashar Al Assad membunuh rakyatnya dengan senjata kimia. Umat pun semakin bingung karena pihak oposisi-- anehnya, disokong dua musuh bebuyutan, Alqaida dan Amerika Serikat -- juga meneror warga.

Apa kabar dengan rakyat Palestina? Mereka tetap menjadi kaum terusir. Terakhir, perlawanan batu warga Palestina di kamp pengungsian Qalandiya dijawab peluru tentara Israel. Tiga pemuda tewas. Mereka dituduh berbuat kriminal karena mempertahankan tanah sendiri.

Di timur tengah, sudah puluhan ribu nyawa orang Islam mati. Kebanyakan, dibunuh peluru saudaranya sesama Muslim.

Di tengah panggung konflik, negara-negara teluk cuma bisa menonton. Bahkan, Saudi, Kuwait dan Uni Emirat Arab mengambil sikap mendukung militer Mesir yang membantai ribuan warga hanya karena berdemonstrasi.

Muslim pun menjadi pengungsi. Timur tengah yang sejak dulu penuh bara membuat mereka harus berimigrasi. Pilihannya adalah Eropa. Muslim yang tak ditemukan pada abad ke-20 di negara-negara Eropa barat kini mulai menggeliat. Pada awal tahun 2000, terdapat sekitar 17 juta warga Muslim yang mengisi kantong populasi Eropa.

Mereka pun berjuang di kota-kota besar Eropa. Para imigran ini tak mau kalah dengan penduduk lokal. Teranyar, riset Pemerintah Kota Milan membuktikan itu. Geliat imigran Muslim mendominasi bisnis mikro di kota mode.

Pada tahun ini, pertamakalinya nama Muslim seperti Muhammad - dengan ejaan latin Mohammed - 'merangsek' masuk ke rangking teratas jajaran pebisnis di Milan. Nama berikutnya adalah Ahmed, masih nama Muslim. Mereka beroperasi di sektor jasa yang melingkupi katering, manufaktur dan konstruksi.

Survei menunjukkan, terdapat 275 bisnis baru didirikan pada tahun lalu oleh pengusaha yang disebut Muhammad. Sebaliknya, ada 55 usaha yang ditutup oleh nama lokal seperti Giuseppe.

Bisnis mereka pun mampu bertahan di tengah resesi. Survei tersebut melansir para imigran ini bisa bertahan sembilan bulan lebih lama dari bisnis warga Italia. Perusahaan asing paling sukses dijalankan oleh warga keturunan Maroko, Mesir dan Ekuador.

Bergeser ke Inggris, negara ini memiliki pertumbuhan mualaf tersubur di Eropa. Jangan kaget kalau ipar mantan perdana menteri Inggris, Tony Blair, Lauren Booth pun adalah seorang mualaf.

Sensus penduduk menyebutkan, selama satu dekade terakhir, peningkatan jumlah Muslim mencapai 80 persen. Pada 2001, Muslim Inggris hanya berjumlah 1,5 juta meningkat menjadi 2,7 juta jiwa pada 2011. Saat ini, satu dari 20 warga Inggris adalah Muslim.

Belum lagi dengan negara-negara maju seperti Jerman dan Prancis. Dua negara ini memiliki warga negara Muslim terbanyak diantara negara Eropa lainnya.

Di Jerman, empat juta warganya memeluk Islam. Sementara di Prancis, populasi Muslim tercatat sebanyak 3,5 juta orang. Belgia dan Belanda pun memiliki warga Muslim yang jumlahnya mencapai jutaan.

Hanya memang, menjamurnya kuantitas Muslim di Eropa tak berarti kehidupan mereka bisa mudah. Tak jarang, mereka harus menghadapi tantangan dengan hukum yang diberlakukan pemerintah.

Pelarangan jilbab di Prancis, praktik Islamofobia terhadap masjid-masjid di Inggris dan provokasi politisi terhadap imigran Muslim di Belanda adalah contoh kecil betapa Muslim masih harus berjuang. Berbekal akidah, mereka tetap mempertahankan hidup dan 'berekonomi' sebagai Muslim.

Populasi mereka di negara maju pun menjadi titik cahaya di tengah umat yang sedang terpuruk saat ini. Bukan mustahil, fenomena di Eropa menjadi penanda jawaban Rasulullah atas pertanyaan Abdullah bin Amr bin al Ash.

Diriwayatkan dari Abu Qubail, ia berkata: “Kami pernah berada di sisi Abdullah bin Amr bin al-Ash, ia ditanya: “Yang manakah diantara dua kota yang akan ditaklukan lebih dahulu, Konstantinopel atau Roma?” kemudian Abdullah meminta peti kitabnya yang masih tertutup. Abu Qubail berkata: “Kemudian ia mengeluarkan sebuah kitab dari padanya.

Lalu Abdullah berkata: ‘Ketika kami sedang menulis di sekeliling Rasulullah SAW tiba-tiba beliau ditanya: ‘Yang manakah diantara dua kota yang akan ditaklukkan terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma?” Kemudian Rasulullah menjawab: “Kota Heraklius akan ditaklukkan terlebih dahulu, yakni Konstantinopel.”

Konstantinopel alias Romawi Timur telah takluk lewat peperangan oleh Sultan Muhammad Fatih. Jejak-jejaknya masih bisa kita rasakan di Turki.

Lalu, bagaimana dengan Roma? Mungkin, ini saatnya 'Muhammad' bangkit dari keterpurukan. Jika di Mesir Muhammad Mursi dikudeta, maka Muhammad-Muhammad lain bakal bangun lewat kota-kota di Eropa. Wallahu'alam.

Sumber : A.Syalaby Ichsan; REPUBLIKA.CO.ID

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top