International Digital Times mencatat bahwa pernyataan kepala polisi agama tersebut hampir sama seperti yang pernah diungkapkan imam Masjidil Haram dalam khutbahnya dan disaksikan oleh jutaan orang di TV pada April lalu. Imam tersebut menyebut Twitter sebagai ancaman bagi persatuan nasional kerajaan Arab Saudi sebagai negara beragama. Sebelumnya, di beberapa kesempatan ia juga menyebut pengguna Twitter sebagai orang bodoh.
Larangan itu disinyalir sebagai bentuk khawatiran pemerintah jika media sosial nantinya digunakan sebagai sarana diskusi isu-isu politik, agama, serta isu-isu sensitif lainnya yang secara resmi memang dilarang.
Jonathan Turley, profesor hukum George Washington University, berpendapat bahwa Arab Saudi khawatir jika Twitter digunakan untuk menyebarkan informasi mengenai aktivis hak asasi manusia yang tengah diadili untuk tindak pidana kebebasan berbicara. Pemimpin sebuah situs yang vokal menyuarakan pelanggaran hak asasi di Arab Saudi telah ditahan sementara yang lain telah didakwa dengan kemurtadan dan kejahatan lainnya untuk pernyataan-pernyatan yang dimuat di situs tersebut.
"Semakin pemerintah represif melarang Twitter semakin mengingatkan kita pada nilai guna media sosial sebagai kekuatan untuk kebebasan di seluruh dunia," kata Turley.