Kondisi mantan Perdana Menteri Israel Ariel Sharon (85), yang koma hampir delapan tahun, dilaporkan kritis setelah mengalami penurunan fungsi berbagai organ tubuh, media Israel yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA) melaporkan.
Sebelumnya, surat kabar Israel Haaretz memberitakan, tim medis Rumah Sakit Sheba Medical Center di Tel Hashomer, dekat Tel Aviv, tempat Sharon dirawat, mengatakan, kondisi Sharon yang koma akibat pendarahan otak sejak 4 Januari 2006, mendadak memburuk, dan tinggal menunggu hitungan hari.
“Di samping pendarahan otak, stroke, juga gagal ginjal, situasinya terus memburuk," ujar sumber tersebut.
Semasa berkuasa, Sharon dikenal banyak melakukan pembunuhan massal terutama terhadap warga Palestina termasuk ribuan korban meninggal dunia di kamp pengungsi Palestina Sabra dan Shatila di Lebanon oleh pasukan Zionis dibawah pimpinan Sharon, sehingga ia dijuluki sebagai Zionis "Sang Jagal".
Pada saat koma yang berlangsung beberapa tahun itu, hasil scan neurologis menunjukkan adanya aktivitas yang signifikan di otak Sharon. Tim dokter menguji respon Sharon terhadap berbagai rangsangan seperti foto keluarga, rekaman suara anaknya, dan sentuhan manusia.
Sang Jagal Syakaratul Maut Selama Delapan Tahun
Ariel Sharon (Bahasa Ibrani: אֲרִיאֵל שָׁרוֹן, juga dikenal dengan Arik) (lahir di Kfar Malal, Mandat Britania atas Palestina, 26 Februari 1928 – meninggal di Tel Aviv, Israel, 11 Januari 2014 pada umur 85 tahun) adalah seorang politikus dan jenderal Israel.
Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Israel dari 7 Maret 2001 hingga 14 April 2006. Kekuasaannya sebagai perdana menteri kemudian digantikan oleh Perdana Menteri (sementara) Ehud Olmert karena ia terkena serangan stroke pada Januari 2006. Ia mengalami koma dalam waktu yang lama, sehingga tidak memungkinkan untuk dapat kembali menjalankan tugas-tugas sebagai pemimpin pemerintahan.
Ia tampil sebagai pemimpin politik serta militer berkebangsaan Israel. Sharon juga pernah menjadi pemimpin Likud, partai terbesar dalam koalisi pemerintah dalam parlemen Israel, Knesset, hingga ia mengundurkan diri dari partai tersebut pada 21 November 2005. Ia kemudian membentuk partai baru bernama Kadima.
Selama tiga puluh tahun Sharon berdinas sebagai anggota Angkatan Bersenjata Israel. Pangkat tertingginya adalah Mayor Jenderal. Ia menjadi terkenal di Israel karena keterlibatannya dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967 dan Perang Yom Kippur pada tahun 1973.
Ariel Sharon juga bertanggung jawab pada tragedi pembantaian Qibya pada 13 Oktober 1953 di mana saat itu 96 orang Palestina tewas oleh Unit 101 yang dipimpinnya dan pembantaian Sabra dan Shatila di Libanon pada 1982 yang mengakibatkan antara 3.000 - 3.500 jiwa terbunuh, sehingga ia dijuluki sebagai 'Tukang Jagal dari Beirut'.
Ia lahir dengan nama Ariel Scheinermann (Shinerman) dari sebuah keluarga pendukung gerakan Zionis. Pada usia 17 tahun, ia bergabung dengan kelompok mafia Haganah yang aktivitasnya meneror rakyat Palestina. Dalam melancarkan aksi teror, ia secara bergantian berada di bawah komando Perdana Menteri David Ben Gurion, Itzhak Shamir, dan Yitzhak Rabin.
Pada masa perang kemerdekaan Israel tahun 1948, di usianya yang ke-20, ia telah menjadi seorang komandan infantri Israel dalam Brigade Alexandroni. Pada saat ia hendak membakar sebuah ladang, tiba-tiba rentetan peluru pejuang Palestina menembus tubuhnya. Luka itu hampir saja merenggut nyawanya kalau saja ia tak diselamatkan rekannya. Pada tahun itu juga, ia melanjutkan studi di bidang hukum di Universitas Ibrani di Yerusalem. Pada 1953, ia membentuk sekaligus memimpin unit komando khusus "Unit 101" yang bertugas melakukan operasi-operasi khusus tingkat tinggi. Ia diangkat menjadi komandan dari korps para-komando dan terlibat dalam perang memperebutkan Sinai pada tahun 1956. Pada tahun 1957, ia meneruskan pendidikan kemiliterannya di Camberley Staff College, Inggris.
Selama tahun 1958-1962, Sharon pernah menjadi komandan Brigade Infantri, memimpin Pusat Pendidikan Infantri dan mengikuti sekolah hukum di Universitas Tel Aviv. Pada Perang Enam Hari (1967) yang melibatkan Israel melawan bangsa Arab, ia menjabat sebagai komandan sebuah divisi tentara dengan Brigadir Jenderal. Kemudian, ia mengundurkan diri dari dinas ketentaraan pada tahun 1972. Ketika terjadi Perang Yom Kippur pada tahun 1973, ia dipanggil untuk memimpin divisi tentara yang harus menyeberangi Terusan Suez.
Sumber : Mi’raj Islamic News Agency
0 komentar:
Posting Komentar